Saturday, July 15, 2006

I just wanna share this poem

Tuhan Sembilan Senti
Oleh Taufiq Ismail

Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

Di sawah petani merokok,
di pabrik pekerja merokok,
di kantor pegawai merokok,
di kabinet menteri merokok,
di reses parlemen anggota DPR merokok,
di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
hansip-bintara-
perwira nongkrong merokok,
di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
di kampus mahasiswa merokok,
di ruang kuliah dosen merokok,
di rapat POMG orang tua murid merokok,
di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
apakah ada buku tuntunan cara merokok,

Di angkot Kijang penumpang merokok,
di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
orang bertanding merokok,
di loket penjualan karcis orang merokok,
di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
di andong Yogya kusirnya merokok,
sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

Negeri kita ini sungguh nirwana
kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
tapi tempat cobaan sangat berat
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di pasar orang merokok,
di warung Tegal pengunjung merokok,
di restoran di toko buku orang merokok,
di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
tak tertahankan asap rokok,
bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
menderita di kamar tidur
ketika melayani para suami yang bau mulut
dan hidungnya mirip asbak rokok,

Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
kita ketularan penyakitnya.
Nikotin lebih jahat penularannya
ketimbang HIV-AIDS,

Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling
subur di dunia,
dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
Bisa ketularan kena,

Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
di apotik yang antri obat merokok,
di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
di ruang tunggu dokter pasien merokok,
dan ada juga dokter-dokter merokok,

Istirahat main tenis orang merokok,
di pinggir lapangan voli orang merokok,
menyandang raket badminton orang merokok,
pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
panitia pertandingan balap mobil,
pertandingan bulutangkis,
turnamen sepakbola
mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

Di kamar kecil 12 meter kubik,
sambil 'ek-'ek orang goblok merokok,
di dalam lift gedung 15 tingkat
dengan tak acuh orang goblok merokok,
di ruang sidang ber-AC penuh,
dengan cueknya,
pakai dasi,
orang-orang goblok merokok,

Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na'im
sangat ramah bagi orang perokok,
tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
bagi orang yang tak merokok,

Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
diam-diam menguasai kita,

Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
Mereka ulama ahli hisap.
Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
Bukan ahli hisab ilmu falak,
tapi ahli hisap rokok.
Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
terselip berhala-berhala kecil,
sembilan senti panjangnya,
putih warnanya,
ke mana-mana dibawa dengan setia,
satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
tampak kebanyakan mereka
memegang rokok dengan tangan kanan,
cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
Inikah gerangan pertanda
yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
Mamnu'ut tadkhiin, ya ustadz.
Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
Haadzihi al ghurfati malii'atun bi mukayyafi al hawwa'i.
Kalau tak tahan,
Di luar itu sajalah merokok.
Laa taqtuluu anfusakum.

Min fadhlik, ya ustadz.
25 penyakit ada dalam khamr.
Khamr diharamkan.
15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
Daging khinzir diharamkan.
4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
Patutnya rokok diapakan?

Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
Wa yuharrimu 'alayhimul khabaaith.
Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
karena pada zaman Rasulullah dahulu,
sudah ada alkohol,
sudah ada babi,
tapi belum ada rokok.

Jadi ini PR untuk para ulama.
Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
jangan,

Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
yaitu ujung rokok mereka.
Kini mereka berfikir.
Biarkan mereka berfikir.
Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
Korban penyakit rokok
lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
lebih gawat ketimbang bencana banjir,
gempa bumi dan longsor,
cuma setingkat di bawah korban narkoba,

Pada saat sajak ini dibacakan,
berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
jutaan jumlahnya,
bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
tidak perlu ruku' dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
karena orang akan khusyuk dan fana
dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

Rabbana,
beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Sunday, July 09, 2006

Negeri di Awan

Artist: Katon Bagaskara

Di bayang wajahmu
Kutemukan kasih dan hidup
Yang lama lelah aku cari
Dimasa lalu

Kau datang padaku
Kau tawarkan hati nan lugu
Selalu mencoba mengerti
Hasrat dalam diri

Kau mainkan untukku
Sebuah lagu tentang negeri di awan
Dimana kedamaian menjadi istananya
Dan kini tengah kaubawa
Aku menuju kesana

Ternyata hatimu
Penuh dengan bahasa kasih
Yang terungkapkan dengan pasti
Dalam suka dan sedih


Rangkaian bait di atas mengingatkan saya pada sebuah acara televisi yang menjadi favorit saya ketika duluuuu banget...

Anak seribu Pulau

Sebuah acara televisi yang memberikan gambaran tentang kehidupan anak-anak yang jauh sekali dari bayangan anak-anak kota ketika itu. Betapa asyiknya kehidupan anak-anak itu. Alam menjadi sahabatnya, laut pun taman bermainnya, padang rumput, ilalang, dan hutan pun akrab dengan kehidupan sehari-harinya..Rasa iri selalu muncul ketika saya menonton acara tersebut. Rasa iri untuk juga merasakan nikmatnya bergaul dengan alam, nikmatnya berjelajah. Bagaimana nkmatnya berburu di padang yang luas.

Bayangkan...beda jauh sekali dengan acara-acara televisi yang sekarang di tayangkan. Kisahnya sama aja kalo gak tentang :
- perempuan miskin, cantik disukai cowo ganteng kaya tapi ibu si cowo ga setuju
- anak tiri disiksa sama ibu tirinya
- kehidupan anak sma, smp, sd yang...gw kayanya dulu gak gitu deh

Yaahh..beginilah dunia pertelevisian kita sekarang.
Anak seribu pulau memberikan kerinduan tersendiri akan lahirnya sebuah acara televisi yang dapat memberikan makna bagi putra-putri Indonesia, bagi penerus kegemilangan dan kejayaan bangsa ini..

Semoga bangsa-ku, Indonesia-ku, dapat menjadi negeri di awan bagi-ku....

Wallahua'lam

Saturday, July 08, 2006

masih tentang raja kecil a.k.a lurah

Pulang dari aktivitas belanja kebutuhan untuk nyemil di mess...

Loh ko di gerbang kawasan industri ini ada janur kuning ya...??

sambil iseng,ku tanya tukang ojek yang sedang mengemudikan sepeda motor..

"yang hajatan dimana pak...??"

"di kampung saya mas..."jawabnya.

cairan otakku mulai bergolak...berpikir....

"ini kan kawasan industri pak, emang kampungnya dimana? tanya ku lagi.

"itu di dalem sana mas" sambil menunjuk sebuah jalan terusan yang memang menjadi akses jalan utama di kawasan industri tersebut.

Buset juga nih...

"mang yang nikahan siapa mas? ko sampe masang janur di gerbang kawasan?" tanyaku.

"oooo...adiknya pak lurah nikah mas" jawabnya sambil mulai menaikkan intonasi bernada semangat.

"yang baru dipilih kmaren ya pak?" tanyaku kembali.

"o iya mas..ini lurah baru. Orang karawang sih" jawabnya.

akupun gak ingin ketinggalan untuk menimpali
"itu jagoan bapak ya..? tanyaku kembali

"o iya mas. Orangnya bagus...itu mas hiburannya" katanya.

di kejauhan tampak lampu yang gemerlapan mewarnai malam yang semakin suram.

Jadi inget obrolannya bapak-bapak dan ibu-ibu di CP.

Ketika ada tokoh masyarakat yang memiliki acara entah itu nikahan adiknya, sunatan anaknya, pasti mereka selalu mengirimkan undangan ke pihak perusahaan yang ditujukan pada manajemen representative dari perusahaan tersebut. Pastinya perusahaan akan mengirimkan wakilnya untuk menghadiri hajatan itu dengan tujuan membina hubungan baiklah, perlancar komunikasi lah. Dan biasanya perusahaan juga memiliki anggaran khusus untuk menghadiri hajatan-hajatan semacam itu yang tentunya tidak kecil. Perwakilan perusahaan gitu loh.

Masih katanya lagi, mungkin saja harapannya si pejabat setempat bisa dapet sumbangan yang gede dari undangan tersebut. Coba deh hitung, kalau satu perusahaan minimal ngasi 500 ribu (itu mah itungannya personal, kantong manajer) kalo lebih...? Kalo di satu kawasan industri ada 20 perusahaan, kalo lebih...?

Makanya, mungkin itu yang bikin mereka berani ngasih hiburan yang cukup gemerlap juga dengan harapan balik modalnya gede juga...

Memang raja kecil...

Wallahu a'lam