Wednesday, March 07, 2007

Aku Juga Sayang ia ...

Di matamu masih tersimpan
Selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat
Di kening mu

Kau nampak tua dan lelah
Keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah

Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat
Kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti
hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu
Gambaran perjuangan

Bahumu yang dulu kekar
Legam terbakar matahari
Kini kurus dan terbungkuk

Namun semangat tak pernah pudar
Meski langkahmu kadang gemetar
Kau tetap setia

Ayah...
Dalam hening sepi kurindu

Untuk...
Menuai padi milik kita

Tapi kerinduan
tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang
banyak menanggung beban

Titip rindu buat Ayah
Oleh Ebiet G. Ade



Mendengar kembali lagu yang dibawakan oleh kang ebiet ini membuka kembali memori saya ketika pulang liburan kemarin. Ketika itu, sepulangnya saya dari Islamic Book Fair di gelora Bung Karno, adik saya dengan sigapnya membuka bungkusan berisi buku-buku (novel sih lebih tepatnya) yang saya beli di book fair tersebut. Karena kocek terbatas dan memang sedang merencanakan sesuatu, saya hanya membeli dua buah novel.

Novel pertama judulnya Ketika Cinta Bertasbih buah karya Habiburahman El-Shirazy, penulis yang selalu menghadirkan getaran ketika saya membaca karya-karyanya. Karya beliau sebelumnya yang sangat fenomenal berjudul Ayat- Ayat Cinta memberikan semangat tersendiri ketika membacanya. Tapi kali ini saya tidak ingin terlalu jauh membahas tentang kang Abik, panggilan akrab Habiburahman El-Shirazy dan karyanya.

Novel kedua yang saya beli judulnya Moga Bunda Disayang Allah karya tere-liye ( ga tau apakah ini nama pena atau nama sebenarnya). Saya tertarik dengan novel ini karena teringat bahwa ia juga pernah menelurkan karya yang fenomenal berjudul Hafalan Shalat Delisha. Sangat fenomenal menurut saya, karena ketika membaca novel tersebut, segenap emosi saya bermain, tercampur aduk, sehingga tak jarang tenggorokan saya jadi tercekat menahan kesedihan membaca penderitaan bocah kecil korban tsunami Aceh, juga tersenyum ketika membaca tingkah lucu bocah kecil tersebut. Tapi bukan itu yang ingin saya angkat.

Yang membuat saya menulis kali ini adalah sebuah memori ketika saya dan adik saya membuka dan membaca judul novel kedua yang saya beli, dengan spontan adik saya menyebutkan judul novelnya Moga Bunda Disayang Allah. Ketika itu, di ruang tempat kami biasa berkumpul, ternyata juga ada bapak saya yang juga dengan spontan mengatakan

"ko cuma bunda doank sih yang disayang Allah? Bapak juga mau donk."

Ungkapan yang sederhana, namun terasa dalam juga maknanya. Saya sempat bengong ketika itu. Memang, selama ini dalam konteks birrul walidain, berbuat baik pada orang tua, Ayah sering dianggap menempati posisi sekunder dalam hal prioritas bakti kita. Disebutkan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Bahkan Rasulullah mengatakan dalam hadits nya bahwa ia menyebutkan ibu...ibu...ibu hingga ketiga kalinya barulah menyebutkan ayah ketika Rasulullah ditanya tentang prioritas cinta kita etelah pada Allah dan Rasul-Nya.

Bukan berarti saya hendak meremehkan peran ibu yang telah mengandung saya selama kurang lebih sembilan bulan. Juga bukan hendak meremehkan peran ibu yang menyusui saya apalagi hendak membandingkan peran antara mamah dan bapak saya. Bukan karena saya lelaki yang kelak nantinya juga akan menjadi seorang ayah.

Saya hanya ingin mengatakan

"Sayangi juga Ayah ku ya Allah"

Sunday, March 04, 2007

Ruang Rindu di Kampung

"Kamu sempetin deh pulang. Tengokin mamahnya"

Waduh, tiba-tiba babeh nelepon beberapa menit menjelang jumatan kmaren. Ada apa ya?? Perasaan baru 3-4 minggu yang lalu saya pulang. Emang udah lama sih hehehehe

Rada berat memang memutuskan untuk meninggalkan saat-saat berbagi kebahagiaan bersama teman-teman seperjuangan di hari yang sangat langka sekali bagi mereka. Di hari mereka dinyatakan secara resmi sebagai lulusan ITB.

Tapi mau gimana lagi? Ridho ortu ridho Allah, gitu kata guru ngaji saya.

Okeh, sabtu siang ikutan nyambut wisudawan, sorenya langsung ke Jakarta. Dua kewajiban terpenuhi, meski yang diharepin saya juga berkesempatan dateng acara malem tapi point utamanya sudah disampaikan di acara siang menurut saya.

Sampe rumah Jakarta, malem,,,

Wah, orang rumah pada kaget. Soalnye waktu ditelepon saya rada berat untuk nyanggupin pulang. Usut punya usut, ternyata babeh saya kayanye yang kanget banget ama putra keduanya ini (berdasarkan pengakuan dari adik manis saya) hehehehe…

Seperti biasa, ketika kami berkumpul, selalu ngobrolin update tentang teman-teman masa kecil saya yang diceritakan mamah. Tentang si fulan yang berencana menikah dalam waktu dekat, tentang ibunya si fulin yang baru saja meninggal, tentang si fulon yang sudah bekerja di perusahaan x. Tentang betapa bangganya mamah ketika waktu kecil saya ditanya sama teman,"dit, sama mamahnya dikasih makan apa sih?kok bisa pinter gitu" hehehe, maklum kata orang anak ITB biar kate di kampus kaga sukses – sukses banget, kebanyakan dari mereka adalah jagoan di kampungnya :p sampe akhirnya keluar deh cerita kalo tadi siang temen-temen saya diwisuda.

Sepertinya suasana mulai kaga enak nih ...

Bener deh, mamah mulai mempermasalahkan keberadaan saya di kampus hehehehe

"Padahal kan kalo mamah hari ini di bandung, mamah bisa kenalan sama orang tuanya si anu, orang tuanya si itu" begitu kata mamah.

Waduh, ko tiba-tiba mo kenalan ama orang tuanya temen-temen??

Akhirnya, dengan sedikit merajuk, dengan menyertakan pembenaran bahwa masih ada sepertiga dari angkatan yang masih bersama dengan saya :p jadilah resolusi pulang hari ini sebuah penyusunan kembali janji ke mamah bahwa saya usahakan akan memboyong mamah ke sabuga di bulan juli (setelah sebelumnya saya menjanjikan di bulan maret ).

Bener kata temen

"siapa tau pulang ke rumah bakal ngasi inspirasi buat semangat" hehehe thanx mudah-mudahan bertahan lama ...

Ya Allah, berikanlah hamba Mu ini kekuatan, ketabahan, keistiqamahan dalam menjalankan segala rencana ini...

Jauhkan dari rasa malas, rasa jenuh, rasa hampa...amiiiinnn